wood

19. Thursday

Ke Pasar Tembikar (Töpfermarkt)

Adik iparku mengetahui bahwa aku menyukai peralatan rumah tangga yang cantik dan ia tahu betapa beratnya bahwa sebelum berangkat ke Jerman aku harus membagikan semua koleksiku ke orang lain. Begitu sampai di Jerman, ia mengatakan padaku bahwa di musim panas biasanya akan ada pasar tembikar di tengah kota dan ia akan mengajakku ke sana. Sayangnya, pasar tembikar di musim panas tahun lalu ditiadakan karena pandemi. Alhamdulillah, tahun ini pasar tembikar digelar lagi di kota Landsberg.

Pasar tembikar digelar selama dua hari di pinggir sungai Lech. Lima menit saja jalan kaki dari rumah. Berhubung adik ipar sedang ada urusan jadi aku dan suami saja pergi ke pasar tembikar di hari pertama buka. Pasar akan buka mulai pukul sepuluh pagi sampai pukul enam sore. Pengunjung diwajibkan memakai masker selama di area pasar. Untuk tiket masuk dikenakan satu Euro per orang. Setelahnya kita akan diberi koin kecil yang harus dikembalikan nanti saat keluar lagi. Koin ini gunanya untuk mengontrol jumlah pengunjung. Jika koin sudah habis berarti jumlah pengunjung sudah mencapai 450 orang, yang merupakan batas maksimal pengunjung. Pengunjung lain yang datang saat koin sudah habis harus menunggu pengunjung lain yang keluar. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penumpukan pengunjung di area pasar. Aku dan suami datang cukup pagi jadi tidak terlalu ramai.

Kami memutuskan untuk mengitari seluruh area pasar terlebih dahulu baru kemudian memutuskan untuk membeli yang mana. Semua tembikar yang dijajakan unik-unik dan membuatku gemas. Dari mulai peralatan makan seperti piring, cangkir, mangkuk sampai dekorasi untuk kebun. Semuanya buatan tangan dan hampir semuanya berbeda. Jadi kalau kita sudah membeli satu barang, hampir bisa dibilang bahwa hanya kita yang punya desain dan bentuk seperti itu.

Setelah mengitari area pasar sekali, aku dan suami berunding untuk membeli yang mana. Di rumah, kami sudah membuat peraturan, jika memberi satu barang maka akan ada satu barang yang harus dikeluarkan dari rumah, baik itu dibagikan ke orang, dijual atau dibuang. Suami akhirnya memutuskan untuk membeli satu cangkir karena salah satu cangkirnya sudah ada yang rusak dan tempat mentega. Sedangkan aku masih bingung karena banyak sekali yang bagus dan lucu. Akhirnya setelah berkeliling sekali lagi, aku memutuskan untuk membeli tempat kue dan tempat sabun dari salah satu tenda. Di tenda yang kupilih ini hampir semua barangnya bagus. Desainnya sederhana tetapi justru itulah yang membuat menarik.

Setelah membeli, kami pun beranjak keluar dari area pasar dan akan mengembalikan koin ke gerbang pasar. Sambil keluar menuju gerbang, aku pun berceloteh kepada suami. ”Tempat ini sungguh berbahaya,” candaku. ”Kamu lihat yang desain apel tadi? Aku jadi berpikir untuk mengganti semua peralatan makan kita dengan koleksi desain apel mereka. Tetapi kupikir sayang juga. Soalnya semua piringmu itu aku menyukainya. Mana mungkin aku bisa mengganti piring bunga forget me not itu. Tetapi, uh, koleksi mereka membuatku terngiang-ngiang.” Suami hanya tertawa mendengar celotehanku.

Sesampainya di luar gerbang, kami bertemu dengan adik iparku, Isabella, yang ternyata baru mau masuk. Aku dan suami akhirnya menemaninya berkeliling. Kukatakan kepadanya bahwa ada satu tenda yang koleksinya membuatku jatuh hati dan dia pun akhirnya membeli di tenda itu juga. Si pemilik menandai kami dan berujar, ”tur kedua?” sambil tersenyum dari balik masker. Isabella membeli cangkir dan mangkuk dengan desain bunga margerita dan lebah kecil. Saat kami bergerak menuju gerbang saat mau pulang, tiba-tiba Isabella berkata pada suami. ”Bagaimana kalau kita belikan ibu mangkuk juga?” yang langsung disetujui suami. Kamipun kembali dan si pemilik yang merupakan wanita paruh baya dengan gaun polkadot itu tertawa gembira. ”Terima kasih. Terima kasih”, ujarnya senang saat kami membeli dua mangkuk lagi dan memberi potongan tiga Euro.

Sesampainya di rumah aku langsung mencuci cangkir, tempat mentega dan tempat kue yang kami beli lalu meletakkan sabun di tempat sabun yang baru. Sementara suami langsung mengeluarkan beberapa cangkir lama yang sudah rusak dan beberapa gelas kaca yang sudah jelek. Gelas kaca akan buang ke tempat sampah kaca, beberapa cangkir akan kujadikan pot bunga di kebun. ”Karena barang yang dieliminasi lebih banyak dari barang yang masuk berarti nanti kita bisa beli lagi dari tenda itu ya,” ujarku sambil tertawa.

Cangkir dengan desain sederhana pilihan suami.

Keesokan harinya malah suami yang kepikiran akan ke pasar tembikar itu lagi dan ingin membeli sebuah mangkuk untuk salad. Bertepatan dengan itu, ibu mertua dan adik ipar menelepon suami dan mengajak untuk mengunjungi pasar tembikar itu lagi. Mereka sangat tertarik dengan barang-barang dari tenda kemarin. Hihi. Aku sudah meracuni mereka. Namun berhubung hari itu aku agak pusing, aku tidak ikut lagi. Hanya berpesan pada suami untuk memilih yang gambar apel saja. Sepulang dari pasar, suami bercerita bahwa si wanita pemilik tertawa sangat lebar saat melihat mereka datang. Ibu mertuaku mengatakan padanya bahwa aku berhasil meracuni mereka, tetapi memang koleksinya sangat bagus. Si pemilik menjawab bahwa ia harus memikirkan desain yang lain lagi untuk tahun depan agar kami datang dan membeli lagi di pameran selanjutnya. Sebagai penutup cerita, suamiku berpesan padaku, ”jika persoalan kita saat ini adalah memikirkan apakah akan mengganti koleksi peralatan makan dengan desain apel yang menawan itu atau tetap mempertahankan koleksi forget me not punya kita, tandanya kita harus sangat sangat banyak banyak sekali bersyukur.” Kalimat yang tampak sederhana namun membuatku tertegun sangat lama.

Tembikar adalah barang yang berasal dari tanah liat yang dibakar dan berlapis kilap. Sedangkan keramik adalah tanah liat yang dicampur dengan mineral lain lalu dibakar.