wood

18. Monday

Salju Mulai Menebal

Saat aku membuka mata di pagi hari, jendela kaca tepat dihadapanku sudah penuh oleh serpihan salju. Rasanya ingin kembali meringkuk di bawah selimut. Sudah jam enam pagi tapi Subuh masih lama. Kulihat dari termometer di meja tak jauh dari tempat tidur, suhu di luar sudah mencapai minus lima belas derajat Celsius.

Saat akhirnya aku membuka sedikit jendela kamar kulihat salju sudah menutupi semuanya. Atap rumah, pohon-pohon, jalanan dan mobil. Hujan salju terus saja turun seperti kapas basah. Kadang-kadang keluargaku di Medan bertanya, bagaimana rasanya melihat salju? Seperti sedang berada di dalam mimpi, namun aku tahu itu bukan mimpi. Kalian saat mimpi seperti ada filter warna kelabu pada yang kalian lihat kan? Kira-kira begitulah menurutku. Seperti ada filter di lensa mataku yang membuat semua yang kulihat dreamy white.

Teh jahe lemon atau teh kayu manis adalah minuman kesukaanku jika hari sedang dingin. Minum segelas teh hangat dengan sesendok madu kental berwarna keemasan sudah cukup membuat perutku hangat dan kenyang pula. Aku jarang sekali sarapan terlalu pagi. Beranjak pukul sepuluh atau sebelas nanti baru biasanya aku melahap sepotong pisang atau buah apa saja yang ada.

Selesai sarapan, aku membantu suami membersihkan trotoar di depan rumah dari salju yang menutupi. Kebersihan trotoar di depan rumah merupakan tanggung jawab si pemilik rumah. Memang sih, tidak akan ada hukuman langsung jika kita malas membersihkan trotoar di depan rumah kita dari salju, tetapi jika misalnya ada yang terjatuh di depan rumah kita dan kedapatan kita tidak membersihkannya saat itu, bisa gawat kata suamiku. Aku sih senang-senang saja mengerjakannya. Toh membersihkan jalan dari gangguan termasuk pahala. Tapi senangku itu cuma sebentar. Hehe. Tidak hanya pagi hari ternyata trotoarnya harus dibersihkan pada sore hari juga. Jadi dua kali sehari, sepanjang salju masih turun! Kegiatan itu cukup melelahkan juga rupanya. Sebagai perempuan tropikal, beraktivitas di bawah hujan salju selama sepuluh menit jauh lebih melelahkan ketimbang bekerja selama setengah jam di bawah terik matahari.

Ketika tidak turun salju, di pagi hari kami selalu menyempatkan diri untuk lari pagi atau jalan cepat sebentar. Tapi karena sudah cukup lelah membersihkan trotoar, aku malas untuk jalan lagi.

Tengah hari, suamiku bertanya apakah persediaan sayur masih ada. Soalnya beberapa hari ke depan diperkirakan bakal hujan salju lebat dan berangin. Jadi kalau mau belanja, hari ini lebih baik. Kulihat di dalam lemari es tinggal beberapa batang buncis dan wortel. Kukatakan pada suamiku bahwa sepertinya aku akan ke Asian Markt. Selain membeli sayur, aku juga akan membeli gula merah karena persediaan di rumah sudah habis.

Sekitar pukul tiga sore, aku bersama suami pergi ke Asian Markt yang letaknya satu kilometer dari rumah. Kalau mau pergi ke sana harus berjalan kaki karena area yang kami datangi tidak ada tempat parkir, khusus untuk orang-orang yang berjalan kaki. Sebenarnya cukup menghabiskan waktu sepuluh menit sudah sampai ke sana. Tetapi di tengah perjalanan aku suka berhenti melihat bebek atau angsa yang berenang di sungai.

Bebek di sungai yang selalu menarik perhatianku untuk singgah menyapa mereka.

Saat melewati alun-alun kota, ternyata kios sayur organik langganan kami masih buka, jadi kuputuskan untuk beli sayurnya di situ saja. "Pulang dari Asian Markt saja, "kata suamiku dan langsung kuiyakan. Sesampainya di Asian Markt, hujan salju semakin lebat. Aku cepat-cepat mencari rak gula merah. Kulihat di bagian sayur dan buah ada pisang yang untuk dimasak, langsung kumasukkan ke keranjang belanjaanku juga. Sayang hari ini tidak ada ubi kayu atau singkong. Sebelum ke kasir, bihun dan bubuk kari sempat kuambil. Suami bertanya kenapa aku tidak beli taoge. Biasanya aku suka membeli taoge jika belanja di Asian Markt. Kali ini aku lupa dan belanjaanku sudah keburu dihitung si pemilik. Suamiku sempat ngobrol sebentar dengan si pemilik Asian Markt sementara istrinya menghitung belanjaanku. Seperti biasa, aku dapat potongan harga lagi. "Tesekkür ederim, Dankeschön, " ujarku yang artinya terima kasih dalam bahasa Turki dan Jerman.

Keluar dari situ, angin semakin kencang. Kami mempercepat langkah ke kios organik yang tadi kuceritakan. Mereka juga sedang bersiap-siap untuk tutup. Si penjual juga kenal dengan suamiku dan lagi-lagi kami hanya membayar sedikit. Bayangkan, aku beli brokoli, paprika, salad dan beberapa timun, semuanya hanya €3 atau jika dirupiahkan tidak sampai lima puluh ribu. Padahal jika beli di supermarket atau toko organik lain, brokolinya saja sudah €5. Alhamdulillah.

Cepat-cepat kami memasukkan belanjaan kami ke dalam tas belanja yang kami bawa. Langit semakin gelap, angin semakin kencang dan hujan salju semakin melebat. Sambil berdzikir kami berusaha berjalan secepat mungkin. Saat tiba dibelokan terakhir menuju rumah, rasanya lega sekali.

Alhamdulillah, usai melepaskan mantel dan sepatu yang basah aku langsung mendidihkan air untuk membuat teh. Sambil menunggu air mendidihkan, aku berdiri di jendela dapur, melihat keluar. Salju semakin menebal. Tidak ada orang berjalan. Maghrib setengah jam lagi datang. Padahal waktu masih menunjukkan pukul empat sore. Terang memang hanya sekitar tujuh jam saja. Waktu berlalu sangat singkat. Apa sajakah yang kulakukan seharian ini? Aku mengevaluasi diri.

"Senangkah melihat saljunya semakin tebal?" tanya suamiku membuyarkan lamunan. "Jika tidak ada angin, besok-besok kita bisa bermain salju di luar. Kita bisa lempar-lemparan salju sambil video call dengan Zayn dan Al". Lalu dengan sangat bersemangat dia menjelaskan bahwa ada beberapa jenis salju. Salju yang halus seperti bubuk, salju yang basah, salju yang lengket dan ada beberapa lagi. Salju yang turun hari ini merupakan salju yang basah. Semakin dingin suhu maka saljunya akan semakin kering seperti bubuk.

Musim dingin masih panjang. Salju sudah menebal menjadikan pemandangan seperti di kalendar-kalendar atau di buku-buku. Udara semakin membeku. Bismillah. Petualangan di musim dingin dimulai!! Semoga kami sehat terus selama musim dingin ini.

Vespa tetangga ditutupi salju tebal.

Dreamy white, seperti di dalam mimpi.