wood

17. Thursday

Menjadi Polyglot

(bagian satu) Quelle: Pinterest

Terlahir dari keluarga dengan suku campuran membuatku terbiasa hidup dengan beberapa bahasa. Dari kecil, walaupun menggunakan bahasa Indonesia saat berbicara sehari-hari, tetapi bahasa daerah seperti bahasa Aceh, Jawa dan Mandailing tidak asing dan aku cukup mengerti walaupun aku sendiri tidak bisa berbicara dengan bahasa daerah tersebut. Keluarga ibu berbicara dengan bahasa Jawa Yogya (bukan Jawa halus), keluarga ayah berbicara dengan bahasa Aceh, sementara tetangga dan teman sepermainanku berbicara dengan bahasa Mandailing dikeluarganya.

Setelah memasuki Sekolah Dasar, aku mempelajari bahasa lainnya. Ada bahasa Melayu untuk bahasa daerah dan bahasa Inggris untuk bahasa internasional. Bahasa Melayu aku dapatkan saat duduk di bangku kelas satu dan dua, sedangkan bahasa Inggris baru aku pelajari di kelas enam. Aku sangat menyukai pelajaran bahasa, bahasa apapun itu. Rasanya menarik mempelajari bagaimana orang-orang bisa berbeda saat berbicara dalam mengekspresikan sesuatu yang sama.

Bahasa Inggris lebih rutin aku pelajari saat menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama. Selain di sekolah, sorenya aku juga mengikuti les bahasa Inggris tambahan di sebelah sekolah. Waktu itu tidak banyak temanku yang mengikuti les tambahan. Aku ingat sekali kata-kata motivasi dari ibuku dulu: yakinlah, kamu tidak akan menyesal mendalami bahasa Inggris sekarang. Di masa depan kamu akan membutuhkannya. Dan tentu saja perkataan ibuku benar! Suatu hari saat ke toko buku dan hendak membeli kamus bahasa Inggris, disebelahnya ada kamus bahasa Jerman yang kecil. Entah mengapa aku membeli kamus ini dan menyukainya begitu pertama kali membukanya.

Di Sekolah Menengah Atas, selain bahasa Inggris kami juga diwajibkan mempelajari bahasa Jerman. Inilah pertama kali aku mempelajari bahasa Jerman secara formal dan aku sangat bersemangat. Entah karena guruku yang sangat bagus dalam mengajar waktu itu, aku tidak tahu. Yang jelas aku sangat antusias sekali mengikuti kelas bahasa Jerman di sekolah. Hingga menjelang kelas tiga, dimana aku harus memilih antara kelas IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan bahasa, aku bingung. Untuk IPA, sepertinya aku memang tidak berminat. Waktu itu yang kupikirkan anak IPA kaku-kaku sekali, terlalu banyak belajar. Untuk IPS dan bahasa ini yang membuatku galau. Jika masuk kelas bahasa selain Inggris dan Jerman, aku bisa mempelajari bahasa asing lainnya seperti bahasa Jepang dan Mandarin. Tetapi jika masuk kelas bahasa, aku khawatir nanti mendapatkan kesulitan saat ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi karena pilihannya terbatas. Jadilah aku memilih jurusan IPS yang sayangnya berarti tidak ada lagi kelas bahasa Jerman.

Setelah dewasa, barulah aku mengenal kata polyglot. Polyglot artinya orang yang menguasai lima bahasa atau lebih. Dulu aku kira polyglot sama dengan multilingual, ternyata berbeda. Orang dengan multilingual memahami lebih dari satu bahasa karena terbiasa dengan lingkungan. Sedangkan polyglot memahami berbagai bahasa karena keinginannya sendiri. Aku sendiri menjadi polyglot karena berawal dari multilingual. Ketertarikanku terhadap bahasa berawal dari orang sekelilingku menggunakan kata yang berbeda untuk mengekspresikan sesuatu yang sama seperti yang kusebutkan di awal tadi. Bisakah mempelajari bahasa daerah disebut polyglot? Walaupun banyak orang bilang tidak, aku sendiri mengatakan bisa. Selama keinginan mempelajari bahasa tersebut berasal dari dirinya sendiri, bukan karena sekelilingnya menggunakan bahasa daerah itu.

Selain bahasa Inggris dan Jerman, diam-diam aku mempelajari bahasa Rusia di masa kuliah. Kenapa diam-diam? Waktu itu aku takut dibilang aneh dan sok. Di zaman itu, mempelajari banyak bahasa belum seramai saat ini. Bahasa Inggris saja belum lancar malah mempelajari bahasa lain. Takutlah aku dibully. Kemudian saat demam drama Korea melanda, aku juga mempelajari bahasa Korea. Ada yang ingat drama Jewel in The Palace? Ya, si koki istana cantik Dae Jang Geum yang membuatku tertarik mempelajari bahasa Korea. Sekali lagi secara diam-diam karena takut diejek, beli kamus dan bukunya di toko buku.

Bahasa yang kupelajari namun kusesali adalah bahasa Arab. Kusesali karena terlambat mempelajarinya. Padahal jika dipikir aku mempelajari huruf Arab dan belajar mengaji sejak kecil. Mengapa tidak sekalian mempelajari bahasanya? Apalagi kosa-katanya banyak yang sudah tidak asing. Namun ya sudah, tidak ada kata terlambat untuk belajar. Setelah mengenal agama Islam lebih dalam, barulah aku menyadari betapa pentingnya bahasa ini. Bagaimana aku bisa memahami sumbernya (Al-Qur’an) jika aku tidak memahami bahasanya? Pelan-pelan aku juga mempelajari bahasa Arab.

“Pelajarilah bahasa Arab, karena itu adalah bagian dari agama kalian.”
- Umar bin Khathab radhiyallahu’anhu -

Sayangnya, beberapa hal dalam hidup membuatku berhenti mempelajari bahasa-bahasa ini. Kecuali bahasa Arab, yang itupun kupelajari dengan malas-malasan karena kurangnya motivasi. Sampai akhirnya, aku berada di Jerman. Mau tidak mau aku harus menggali ingatanku lagi tentang bahasa yang kupelajari. Aku tidak menyangka di Jerman pula lah aku harus menggunakan bahasa Arab. Beberapa orang dari Timur Tengah yang kutemui belum lancar berbahasa Jerman dan tidak bisa berbahasa Inggris. Jadilah percakapan kami campuran antara bahasa Arab dan Jerman.

Suamiku sendiri selain bahasa Jerman dan Inggris, dia menguasai bahasa Prancis dan Spanyol. Sekarang dia bersemangat mempelajari bahasa Indonesia dan Arab. Melihatnya bersemangat, aku pun menjadi lebih semangat belajar. Ingatanku tentang apa yang pernah kupelajari, kugali lagi. Awalnya tidak mudah untuk membiasakan diri berbahasa berbeda dalam sehari-hari. Ada kalanya kata-kata ini tertukar. Lama-kelamaan otak kita akan menyesuaikan. Otak kita akan tahu bahasa apa yang digunakan sesuai dengan tempat serta kondisi. Untuk lebih jelasnya, aku akan menjabarkannya di tulisan selanjutnya.

Tidak ada ruginya mempelajari bahasa asing. Jika aku ditanya keterampilan apa yang harus dimiliki untuk bekal hidup, maka aku akan jawab salah satunya adalah bahasa. Menguasai bahasa asing berarti membuka dunia baru dan kesempatan yang lebih luas. Menguasai bahasa berarti lebih banyak sumber bacaan yang kita baca. Menguasai bahasa berarti memperluas dakwah. Banyak lagi manfaat lainnya. Jadi, bahasa apa yang sedang kamu pelajari?