wood

15. Friday

Suatu Sore di Bulan Ramadhan

Aku rasa waktu berlalu dengan sangat cepat. Tidak terasa Ramadhan sudah sudah berlalu separuhnya dan hanya tinggal separuh lagi. Kuceramahi juga diri sendiri yang terkadang aku rasa belum bisa memaksimalkan waktu di Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Target-target Ramadhan yang kubuat tidak bisa terpenuhi dengan baik karena satu atau dua hal. Sepertinya aku harus lebih pandai lagi menyesuaikan waktu di negara empat musim. Ramadhan kali ini di Jerman waktu Maghribnya adalah sekitar pukul delapan malam. Jam sembilan biasanya adalah waktu tidurku sementara waktu Isya baru masuk sekitar jam sepuluh malam. Rasa kantuk sulit kutahan padahal sudah tidur siang sebentar.

Temanku yang muslim berkata itu adalah hal wajar karena aku baru di sini dua tahun. Lama-kelamaan aku akan bisa beradaptasi dengan waktu dan musim di Jerman. Tetapi hati kecilku bertanya pada diri sendiri, apakah aku bisa merasakan Ramadhan selanjutnya. Tidak ada yang tahu mengenai umur seseorang. Sepertinya aku harus lebih keras lagi pada diriku sendiri. Bagaimana dengan target Ramadhan kalian selama dua pekan ini? Apakah tercapai?

Sementara itu musim semi semakin terasa dan temperatur mulai menghangat sedikit. Di hari berawan aku masih keluar dengan menggunakan mantel berlapis namun saat hari benar-benar cerah aku hanya menggunakan satu lapis mantel atau jaket wol. Sore hari setelah Ashar aku dan suami berolahraga sedikit sambil menunggu waktu berbuka. Terkadang kami berlari-lari kecil di dekat rumah, namun lebih sering berkendara sedikit ke beberapa desa tidak jauh dari kota kami. Banyak sekali desa dengan danau cantik yang belum pernah aku jelajahi.

Sore itu, kami ke danau Welden di desa Fuchstal. Di kawasan Welden itu ada lima danau kecil (atau Weiher dalam bahasa Jerman) yang berdekatan. Kami mengitari kelima-limanya. Ada Muhlweiher, Kreuzweiher, Hofweiher, Neuweiher dan Diessner Weiher. Sore itu cukup dingin dan kompleks danau tersebut sangat sepi.

Di kawasan itu terdapat sebuah mata air kecil yang sangat jernih dan segar. Suara tetesan air dari celah-celah bebatuan lalu mengalir ke ceruk kecil dibawahnya membuat aku lupa sedang berpuasa dan minum seteguk. Hampir aku meneguk kedua kalinya lalu suami teringat kalau kami sedang berpuasa.

Suasana yang begitu hening tanpa sadar membuat kami berdua juga jadi jarang berbicara. Hanya menikmati apa yang kami lihat sambil berdzikir di dalam hati. Di sepanjang jalan setapak menuju danau, bunga-bunga windflower tertunduk malu. Tunas-tunas kecil sudah muncul di pohon. Di setiap pinggiran danau terdapat dek kayu. Di dek ini aku duduk sembari melihat beberapa ikan yang sibuk berenang kesana-sini. Di pinggiran danau bunga kunci (Primula veris) bergerombol manis. Perpaduan semuanya membuat kami tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Tidak lama kami berada di sana, butiran salju halus turun lagi. Bukannya berteduh, kami berjalan pelan-pelan dan menikmatinya. Sepertinya ini salju terakhir yang turun sampai musim dingin tiba lagi. Seekor kucing liar dan para sapi pun sepertinya menikmati salju halus kali ini.

Saat pulang kami melewati mesjid dan kami berdiskusi apakah sebaiknya kami berbuka di mesjid saja. Oh ya, di sini suasana sudah bisa dibilang normal kembali dan peraturan terkait corona sudah dihapus. Untuk sementara atau selamanya aku tidak tahu. Yang jelas Ramadhan kali ini di mesjid sudah bisa mengadakan acara buka bersama dan sholat tarawih. Alhamdulillah. Suasana Ramadhan yang khas akhirnya benar-benar bisa aku rasakan juga di sini. Semoga di tanah air semuanya segera normal kembali juga.