wood

14. Monday

Pandemi yang Mengubah Kepribadian Kita

Aku banyak membaca tentang bagaimana karakter seseorang bisa berubah karena pandemi, tetapi aku tidak memikirkannnya secara serius, sampai akhirnya aku merasakannya sendiri saat kami pulang ke Indonesia pada musim gugur tahun lalu. Banyak orang yang kutemui berubah sifatnya menjadi lebih sensitif, sehingga aku harus ekstra hati-hati saat berbicara dan memilih untuk tidak banyak bertemu orang. Diawali dengan mengunjungi seorang teman lama. Dia marah padaku kenapa aku tidak mengabarinya bahwa aku akan pulang saat aku masih di Jerman, mengapa aku tiba-tiba sudah sampai di Jerman. Ternyata ia mau minta tolong dibelikan banyak barang dari Jerman. Kujelaskan padanya bahwa kepulangan kami memang mendadak karena peraturan di masa pandemi yang terus berubah, begitu ada kesempatan pulang kami segera pulang. Dia tetap marah dan tidak mau berbicara denganku. Aku cukup sedih, aku kira dia bakal senang kukunjungi ternyata malah berakhir seperti itu.

Ada teman yang saking senangnya bisa berjumpa lagi denganku akhirnya mau hampir setiap hari bertemu. Kujelaskan kondisiku yang tidak bisa sering keluar malah aku dibilang sombong. Beberapa kejadian itu membuatku sedikit berpikir dan hati-hati untuk menemui teman-teman lainnya. Alhamdulillah tidak semua teman seperti itu. Teman-teman yang sangat mengerti kondisiku juga banyak dan walaupun tidak bisa menghabiskan waktu yang lama untuk bersama, kami sangat bersyukur dan menikmati momen-momen pertemuan kami lagi. Semoga Allah menjaga mereka selalu.

Aku jadi banyak melakukan observasi tentang perubahan sikap ini pada orang disekelilingku. Aku pernah membaca, pandemi adalah masa bertahan hidup maka orang akan menunjukkan sifat aslinya atau karakter terkuat dalam dirinya. Tidak lupa aku menanyakan pada keluarga dan teman-temanku. Apakah ada yang berubah dari diriku. Mereka bilang aku lebih „direct“, langsung ke inti alias tidak banyak basa-basi. Iya iya, tidak-tidak. Sehingga orang yang tidak siap atau tidak begitu mngenalku mungkin akan tersinggung. Aku tidak tahu apakah itu perubahan karena pandemi atau karena lingkunganku selama di Jerman mengharuskan aku untuk berbicara langsung ke inti. Yang jelas memang sekarang aku lebih berani untuk mengatakan tidak, terutama jika aku yakin sepenuhnya bahwa aku tidak mampu untuk melakukan apa yang diminta orang.

Krisis kesehatan yang berkepanjangan dan kelelahan menghadapi pandemi memang bisa mengubah kepribadian seseorang, begitu kutipan seorang psikolog bernama Lisa Wagner dalam „European Journal of Personality“. Jika di awal pandemi yang banyak muncul adalah sisi pengertian dan kebaikan, maka semakin lama pandemi berlangsung yang muncul ke permukaan adalah sisi kehati-hatian dan negatif. Bagaimana dengan kepribadianmu? Apa yang berubah semenjak pandemi ini?