wood

13. Wednesday

Aku yang Tidak Pandai Berkawan

Sebenarnya, aku tergolong introvert. Sejak kecil aku cenderung pendiam. Ketimbang bergaul dengan manusia, aku lebih suka menghabiskan waktu dengan buku-buku. Aku tidak pandai berkomunikasi dengan orang. Saat berbicara, ada banyak hal dipikiranku namun kadang yang keluar dari lisanku malah jauh berbeda dengan apa yang kupikiran. Pendeknya, aku sulit menyalurkan isi kepalaku dengan bahasa lisan, tulisan lebih baik. Beranjak dewasa, aku mulai membuka hati untuk lebih banyak berinteraksi dengan manusia. Alasanku mengambil jurusan ilmu komunikasi saat kuliah juga itu, karena aku mau bisa berkomunikasi dengan baik. Tetapi, itu tidak semudah yang kubayangkan.

Beberapa kali aku akhirnya harus mengakhiri pertemanan dengan beberapa orang. Aku tidak menyalahkan siapa-siapa melainkan kebodohan diriku sendiri. Tidak seperti buku yang kalimat-kalimatnya bisa aku jadikan rujukan kapan saja, kecuali buku itu di revisi, manusia bisa menolak kalimatnya sendiri. Jadi, salahkulah mempercayai kalimat-kalimat yang kupikir bisa jadi rujukan dan pegangan di kemudian hari, namun ternyata yang punya kalimat itu sendiri menolak pernah mengutarakan demikian. Kalau itu buku, aku bisa membolak-balik lagi halamannya, berusaha menemukan kalimat yang ku cari, mencatat alinea dan baris ke berapa.. Aku tidak bisa melakukan itu pada manusia. Terima sajalah apa yang mereka katakan. Kalau nanti suatu saat ternyata kalimatnya berbeda lagi, itu lain soal.

Bagiku, kalau seseorang sudah kuanggap kawan, aku akan jaga nama baik nya, kubantu kesusahannya, kalau tidak bisa ya diam saja sambil mendoákannya. Misalkan ada kabar tidak baik sampai ke telinga ku, aku lebih suka menanyakannya langsung kepada kawanku tadi. Ternyata, tidak semua orang siap dengan pertanyaan semacam ini. Apakah kebanyakan orang tidak suka ditanyai tentang kalimat yang pernah diucapkannya, aku juga tidak tahu. Untukku pribadi, kalimat apa saja yang pernah ku ucapkan, harus berani kupertanggungjawabkan. Jika aku berbicara tentang A, suatu saat ketika A klarifikasi padaku ya aku harus siap. Jangan mengelak. Kalau aku takut A mendengar apa yang kukatakan tentang nya, berarti aku membicarakan hal buruk tentang A. Itu saja. Artinya aku harus lebih siap lagi untuk mempertanggungjawabkannya, dunia dan akhirat. Nah, daripada nanti di akhirat aku merugi, aku siap menyelesaikannya sekarang. Kalau aku yang salah, aku berani minta maaf. Tapi sekali lagi, tidak semua orang suka dengan pilihan ini. Kebanyakan semuanya suka berakhir dengan "tahu sama tahu, mendiamkan dan memutuskan pertemanan".

Mengapa manusia dewasa tidak belajar dari cara anak kecil menyelesaikan masalah dengan kawannya? Berargumen sebentar, tangis-tangisan lalu berbaikan dan bermain bersama lagi. Ah, mungkin memang akunya saja yang tidak bisa jadi dewasa sehingga meniru cara anak-anak.

Untuk semua kawanku dimanapun berada yang mungkin suatu saat membaca tulisan ini.. Jika masih ada yang mengganjal dihatimu tentang aku, jika masih ada hak-hakmu yang belum kutunaikan, sampaikanlah padaku. Jika ada kebaikan yang kalian lihat dari ku, ambillah. Jika hanya keburukan yang ada, maka buanglah jauh-jauh, jangan tiru. Maafkanlah aku yang tidak bisa jadi kawan yang baik. Karena aku, memang tidak pandai berkawan...