wood

10. Wednesday

Sumber Inspirasi Kita

Ob der Koran von Ewigkeit sei? Darnach frag ich nicht! Ob der Koran geschaffen sei? Das weiß ich nicht! Dass er das Buch der Bucher sei, Glaub ich aus Mosleminenpflicht.

Apakah Al Quran abadi? Itu tak kupertanyakan! Apakah Al Quran ciptaan? Itu tak kutahu! Bahwa ia kitab segala kitab, sebagai muslim wajib kupercaya.

(Goethe, Das Schenkenbuch)

Itulah kutipan satu karya tentang Al-Qur'an dari Goethe, atau lebih lengkapnya Johann Wolfgang von Goethe, seorang penyair terbesar Jerman yang namanya juga diabadikan sebagai institut kebudayaan terkemuka. Kedekatannya dengan Islam dan kekagumannya terhadap Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa salam dan Al-Qur'an memang terlihat sangat jelas dari karya-karyanya. Bahkan ia dalam bukunya juga tidak menampik jika orang menganggap dirinya muslim.

Aku menuliskan potongan dari karya Goethe karena suami menyebutkan bahwa aku sangat beruntung bisa mengenal tulisan dan bahasa Arab sejak kecil, seperti Goethe. Saat suami mengetahui bahwa ayat pertama yang turun adalah iqro' yang berarti bacalah, dia pun menjadi semakin bersemangat untuk mempelajarinya. Berkali-kali dia bertanya pada dirinya sendiri apakah dia punya cukup waktu untuk mempelajari semuanya. Pertanyaan yang membuatku malu kepada diriku sendiri betapa sedikitnya aku mempelajari Al-Qur'an dari banyak waktu yang dulu kupunya, padahal Al-Qur'an sudah kukenal sejak kecil.

"Jadi umat Islam sekarang banyak yang tertinggal karena kebanyakan dari kita malas membaca dan belajar ya, " ujarnya. "Juga sangat jauh dari apa yang Al-Qur'an ajarkan." Padahal Al-Qur'an itu sendiri merupakan sumber dari banyak pengetahuan. Islam memang memberikan apresiasi yang tinggi terhadap akal. Sebagai saintis suami juga mengetahui bahwa dunia Barat menyembunyikan peran Islam dalam penemuan sains dan mengklaim bahwa itu merupakan penemuan mereka. "Itu pencurian terbesar dan hal paling memalukan dalam dunia sains, " katanya lagi. Suatu hari dia pun mengajakku menonton documentary yang berjudul "das geheimne Wissen des Islam". Sebuah documentary tentang bagaimana penemuan Islam dicuri dan diterjemahkan tanpa menyebut nama ilmuwan sebenarnya.

Terlepas dari sejarah itu kita memang sangat jauh dan tertinggal sekarang. Ukur saja dari minat membaca dan belajar dalam diri kita. Kalau menurut pendapatku sih minat baca kita tidak rendah. Buktinya banyak beredar berita-berita hoax. Itukan tandanya kita masih mau membaca. Yang rendah adalah minat memikirkan apa yang dibaca dan minat membaca buku. Apalagi saat ini sosial media lebih menggoda. Maka membaca status-status orang lain atau berita-berita yang belum pasti kebenarannya lebih disukai. Padahal jika kita mau jujur, waktu yang kita habiskan untuk itu tidak sebentar. Dulu, saat masih punya sosial media, awal-awalnya saat aku melihat explore, niatnya untuk membaca postingan akun dakwah, lama-kelamaan teralihkan jadi melihat hal-hal lain bahkan gosip yang beredar. Dan itu tidak sebentar. Dengan waktu yang sama seharusnya bisa kujadikan untuk membaca buku yang lebih berbobot. Membaca buku akan membuat pikiran kita lebih terkonsep. Alhamdulillah. Semenjak meninggalkan sosial media, waktu yang kuhabiskan untuk membaca buku lebih banyak.

Kembali ke Al-Qur'an, jika Goethe yang bukan lahir dari keluarga Islam sangat tertarik untuk mempelajarinya bahkan terinspirasi, masa kita sebagai muslim meninggalkannya. Mungkin kita masih membacanya, tapi seberapa banyak waktu kita untuk menyerapi maknanya dan mempelajari isinya bahkan mencoba untuk mengamalkannya? Ya, kita harus bertanya kepada diri sendiri. Tetapi tidak ada kata terlambat untuk terus belajar. Semoga kita terus mendapatkan hidayah untuk membaca dan mempelajari ilmu Al-Qur'an lalu menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan.

“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.”. (Surat Sad ayat 29)