wood

09. Saturday

Mengunjungi Teman di Atas Bukit

Hujan rintik bulan April yang membasahi mantelku berubah menjadi butiran salju. Begitulah cuaca di bulan April. Dalam satu hari kita bisa merasakan empat musim. Saat aku keluar dari rumah tadi masih hujan rintik dan saat aku sudah berada di pasar tradisional di tengah kota, butiran salju yang turun.

Hari ini adalah hari Sabtu, hari ke delapan Ramadhan. Aku akan mengunjungi seorang teman yang rumahnya di menara, di atas bukit. Tetapi sebelumnya aku akan singgah sebentar di pasar tradisional untuk membeli sedikit buah-buahan. Pasar tradisional dikotaku buka hanya hari Rabu dan Sabtu. Sebelum melewati kios buah-buahan, aku melewati kios bunga yang sekarang sudah penuh dengan aneka bunga khas musim semi. Ada bunga tulip, daffodil, hyachint, iris dan lain-lain. Aku tidak tahan untuk tidak membeli. Kali ini aku membeli seikat hyachint untukku dan seikat tulip untuk Hamiyah, temanku. Kalau sudah musim bunga seperti ini, harga bunga murah sekali. Hyachint yang kubeli, mungkin perbandingannya kalau di Indonesia harganya sama dengan sepotong kue.

Beranjak dari kios bunga, aku langsung ke kios organik langgananku. Dibandingkan dengan kios lainnya, di kios ini aku bisa mendapatkan harga lebih murah karena kenal dengan penjualnya. Saat selesai membayar, butiran salju yang turun semakin lebat. Aku pun berteduh sebentar menunggu agar hujannya sedikit mereda.

Lima menit menunggu dan hujannya belum mereda, aku pun mulai berjalan lagi ke atas bukit menuju rumah Hamiyah. Berjalan cepat dan mendaki membuat tubuhku menghangat. Walaupun diterpa hujan salju, aku tidak merasa begitu kedinginan. Sesampainya di rumah Hamiyah aku memencet bel dan ia senang sekali begitu tahu aku datang. Ia sedang sendirian di rumah. Kami pun mengobrol seputar puasa, mesjid dan umroh sampai hujan benar-benar reda.

Sebelum pulang, Hamiyah mengajakku melihat-lihat kebunnya. Ia sudah mulai menanami kebunnya dengan bayam dan stroberi. Ia bilang sayang sekali musim panas ini kami tidak bisa menghabiskan waktu bersama karena ia akan pulang ke kampung halamannya di Turki sampai musim gugur. Hamiyah membawakanku dua botol manisan cherry buatannya sendiri dari musim panas tahun lalu.

Saat aku berjalan pulang, hari mulai cerah dan matahari mulai menampakkan diri. Aku berjalan menuruni bukit melewati deretan daffodil dan hyachint anggur di kanan kiri jalan setapak yang kulalui. Sambil berjalan aku tiba-tiba mendapatkan ide untuk menuliskan tentang pertemananku selama di Jerman.

Bunga daffodil di sepanjang jalan.
Hyachint anggur bermunculan menggantikan snowdrop.

Pertemanan di Jerman sedikit berbeda dengan pertemanan di Indonesia. Jika di Indonesia kita kenal dengan seseorang dan cukup sering bertemu maka bisa kita anggap sebagai teman, di Jerman belum bisa. Ada beberapa tahapan pertemanan di sini. Bahkan orang yang satu kerjaan atau sekantor tidak bisa lantas dianggap sebagai teman. Orang yang satu kerjaan dengan kita disebut Kollege atau Kollegin. Kita punya nomor kontaknya dan berkomunikasi hampir setiap hari kerja dengan mereka, tetapi kita belum tentu akrab dan tahu kehidupan pribadi mereka.

Aku sendiri banyak mengenal orang di Jerman tetapi tidak semuanya bisa kusebut teman. Teman di Jerman (ein Freund/eine Freundin) adalah sebutan yang kalau di Indonesia kita sebut sahabat. Jadi kalau kita sudah tahu nomor kontaknya dan kehidupan pribadinya atau sering diundang kerumahnya, itulah namanya teman di Jerman. Jika sering bertemu setiap hari misalnya di pasar, di jalan atau di mesjid, tetapi tidak pernah saling mengunjungi dan tidak bicara soal hidup masing-masing saat bertemu, di Jerman namanya Bekannter.

Orang Jerman, jika kamu belum benar-benar mengenalnya maka akan sangat tertutup. Berbeda dengan kita di Indonesia yang mudah akrab satu sama lain, begitu kenal bisa langsung tukaran kontak dan sosial media, di Jerman jangan harap. Tetapi jika sudah dianggap teman, berarti dianggap sahabat oleh mereka dan mereka akan bersedia melakukan apapun untuk kita. Tidak heran orang Jerman akan mengatakan jumlah teman mereka sedikit. Karena teman menurut mereka berarti sahabat, bersama dalam suka dan duka.

Sebelum aku datang, teman suamiku hanya empat orang. Satu orang temannya sejak SD sampai kuliah, istrinya serta adiknya (yang mereka juga satu sekolah dengannya sejak SD). Hanya dengan merekalah suami berbagi cerita yang cukup pribadi dan saling mengunjungi. Satu lagi adalah teman satu klub olahraga semasa sekolah yang akhirnya jadi dekat. Setelah aku datang barulah temannya bertambah seiring bertambahnya teman muslim kami.

Hamiyah sendiri awalnya adalah Bekannterku. Dia adalah orang Turki yang sudah lama tinggal di Jerman bersama suami dan anaknya. Aku yang memberanikan diri meminta nomor telefonnya. Setelah beberapa waktu saling berkirim pesan dan telfonan, kemudian aku diundang kerumahnya, sejak itulah kami dekat. Dia singgah ke rumah sebelum berangkat kerja atau kadang aku yang kerumahnya. Saat ini Hamiyah adalah teman muslim yang paling dekat denganku selama di Jerman.

Jika sedang bersama teman, sangat jarang orang Jerman yang menggunakan gadget. Mereka akan mendedikasikan waktunya benar-benar untukmu. Mereka juga sangat menghargai privasi dan tidak akan sembarangan mengambil foto. Oleh sebab itulah aku sangat jarang membahas soal teman-temanku di Jerman, sampai-sampai aku dikira tidak punya teman di sini. Hihi. Selain Hamiyah teman yang aku sering menghabiskan waktu dengannya adalah Astrid. Berbeda dengan Hamiyah yang keturunan Turki, Astrid adalah orang Jerman asli.

Itulah yang ada dibenakku selama perjalanan pulang menuruni bukit ke rumah. Begitu sampai di rumah, hujan turun lagi dan sebelum apa yang muncul dibenakku hilang, aku langsung menuliskannya di blog. Sambil mengetik, pikiranku juga melayang jauh memikirkan teman-temanku di Indonesia (teman sekolah, teman kuliah, teman ngaji, teman organisasi, dan lain-lain). Apa kabar kalian semua? Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah subhanahu wa ta’ala.

Manisan cherry buatan Hamiyah.
Teman yang baik adalah teman yang walaupun jarang bertemu dan bertegur sapa, namun tetap saling mengingat dalam do’a.