wood

07. Friday

Saat Cerah Datang

Hujan salju tidak datang lagi, digantikan hujan air yang cukup lebat dan sering. Hari-hari cerah bisa dihitung dengan jari. Kata orang-orang Jerman disekitarku ini adalah musim semi paling dingin selama tiga puluh tahun terakhir. Aku merasa senang-senang saja. Menjalani Ramadhan di rumah rasanya lebih baik menurutku. Walaupun begitu saat waktu yang cerah datang, kami tetap harus mengerjakan beberapa pekerjaan di luar rumah. Gubuk tempat menyimpan peralatan kebun rusak dan harus diganti. Suami juga menginstalasi solar panel di atap. Keduanya tentu tidak bisa dilakukan saat turun hujan. Jadi, begitu matahari datang kami selalu menyempatkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut walaupun sedikit demi sedikit. Ya, di Jerman rata-rata semua pekerjaan dilakukan sendiri. Kebanyakan dari mereka menganggap pekerjaan tersebut sebagai suatu kesenangan sendiri, bukan sebagai beban. Aku cukup aneh juga melihat suami yang setelah selesai bekerja, dengan riang gembira mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Seperti tidak ada lelahnya! Puasa pula. Mertua datang membantu setiap kali ditelepon suami.

Membangun gubuk dan memasang solar panel saat hari cerah.

Berhubung banyak yang sedang dikerjakan, banyak peralatan berat di kebun. Cukup sedih melihat bunga-bunga yang rusak. Tapi suami bilang itu tidak dapat dicegah karena mereka memang hampir memenuhi permukaan kebun. Bunga-bunga itu akan muncul lagi, katanya. Huh, ya, tetap saja ada perasaan tidak tega saat melihat bunga-bunga yang terinjak atau tergilas.

Pohon cherry yang seperti tidak sabar untuk menanti hari mekar itu sekarang sudah berbunga. Setiap hari semakin banyak dan semakin banyak bunganya. Maa syaa Allah. Aku tidak memetik bunga cherry itu karena setiap satu bunga akan menjadi sebuah cherry. Semoga cherry tahun ini lebat dan tidak rusak.

Cherry blossom di kebun.

Hari yang semakin panjang membuat puasa juga semakin lama. Subuh sekarang pukul setengah empat pagi dan Maghrib hampir pukul sembilan. Sementara Isya jam sebelas. Harus pandai-pandai mengatur waktu tidur supaya tidak tumbang di akhir-akhir Ramadhan. Ramadhan tahun ini walaupun durasinya cukup panjang tapi tetap saja terasa sangat singkat. Tiba-tiba sudah di penghujung. Rasanya ibadah juga masih begitu-begitu saja dan tidak maksimal. Masih bisakah aku bertemu dengan Ramadhan tahun depan? Kalau mengingat ini tidak bisa dipungkiri rasanya dada sesak dan sedih. Kadang-kadang aku juga menangis mengingat puasa jauh dari keluarga di tanah air. Tapi saat mengingat bahwa bukan aku saja yang merasakannya, bahkan yang setanah air juga belum tentu bisa berpuasa dan lebaran bersama keluarga, aku menjadi kuat lagi. Memang harus banyak-banyak bersabar. Sabar tanpa batas. In syaa Allah hari-hari cerah akan datang lagi setelah gelap. Semoga Allah menguatkan kita semua.

Tadinya aku mau mengakhiri tulisan kali ini di paragraf atas. Lalu aku teringat bahwa di awal-awal menulis dulu aku berjanji akan berusaha untuk tidak terlalu fokus pada hal yang menyedihkan. Jadi aku mau berbagi cerita agak lucu. Untuk makan berat kemarin aku membuat pulut mangga. Setelah meletakkan pulut (ketan) di piring dan saus santannya, aku membalas pesan dari kakakku. Waktu berbuka masih cukup lama. Aku akan meletakkan mangga di piring saat detik-detik terakhir menjelang berbuka. Selesai membalas pesan untuk kakak, piring pulut sudah penuh dibuat suami. Bukan hanya dengan mangga, tetapi juga stroberi! Ya ampun! Rusak sudah mango sticky riceku. Hihi. Sepertinya selain pulut durian, pulut srikaya, pulut pisang, pulut mangga, kita juga harus membuat pulut stroberi.

Pulut mangga stroberi kreasinya.