wood

05. Thursday

Musim Cherry di Landsberg

Ketika disebut buah cherry maka hal pertama yang terlintas di benakku adalah kue tart pengantin dengan cherry merah dan hijau. Pertama kali melihat buah cherry adalah saat ibuku membuat kue pernikahan. Waktu itu aku masih kecil dan ibuku membuat kue pernikahan sebagai penghasilan tambahan. Kue tiga tingkat yang lembut berlapis krim warna-warni dan di tingkat paling atas ada hiasan cherry merah dan hijau yang berkilau lengkap dengan tangkainya sebagai hiasan. Aku, kakak dan adikku sangat tertarik pastinya untuk mencicipi buah imut itu. Tetapi sayangnya tidak bisa. Buah itu cukup mahal bagi kami sehingga kami tidak bisa begitu saja menikmati cherry saat ibu membuat kue untuk pelanggannya. Kami harus menunggu saat-saat spesial seperti saat ada yang berulang tahun atau ada cherry tanpa tangkai yang bersisa, barulah kami bisa memakan buah cherrrynya. Dapat dipastikan buah cherry adalah bagian kue terakhir yang kami makan. Kenangan yang sangat indah.

Selain kenangan itu ada lagi cerita tentang cherry yang aku ingat, yaitu musim cherry di Bullerbyn karangan Astrid Lindgren. Buku masa kecilku itu sudah kudonasikan ke perpustakaan anak-anak di Medan. Namun, sesampainya di Jerman ternyata aku menemukan buku yang sama di perpustakaan suamiku. Hanya saja dalam versi bahasa Jerman. Ternyata bacaan kami sewaktu kecil sama. Di buku itu anak-anak desa Bullerbyn (aslinya Bullerbü) memanen cherry bersama-sama dan kemudian menjualnya di tepi jalan. Cerita itu jugalah yang membuatku sangat penasaran ingin memetik cherry langsung dari pohonnya.

Begitu tahu ada pohon cherry di kebun suamiku saat pertama kali datang, akupun girang bukan main. Sejak musim semi pohon ini memang mempesona. Hampir seluruh bagiannya ditutupi bunga. Bunga itulah yang akan menjadi buah cherry nantinya. Jadi jika bunganya banyak dan tidak terkena hujan salju lagi, berarti pohonnya akan menghasilkan buah cherry yang banyak pula di musim panas. Musim semi kali ini beberapa kali hujan salju turun saat beberapa pohon cherry lain sudah mekar bunganya. Alhamdulillah bunga pohon cherry kami mau menunggu mekar dengan lebih sabar. Sehingga musim panas kali ini kami bisa memanen cherry lagi.

Buah cherry banyak sekali jenisnya. Jenis cherry yang kami punya adalah cherry Rainer yang warnanya merah kekuningan. Rasanya manis sekali. Saat buah cherry di pohon sudah bisa dipanen, suamiku mengajakku memanjat pohon cherry tetapi aku tidak berani. Sebenarnya aku ingin mencoba, supaya bisa merasakan makan cherry langsung dari atas pohon seperti cerita yang kubaca. Tetapi rasa takutku lebih besar. Membayangkan berada di pucuk pohon setinggi lima meter itu sudah membuatku merinding.

Akhirnya suami memasang tangga untukku. Begitupun sebelum memanjat aku berkali-kali bertanya , tangganya kuat kan, tidak goyang kan, dan lain-lain. Padahal kulihat sendiri tangga itu cukup kokoh. Bismillah, akhirnya aku beranikan diri memetik cherry-cherry ranum itu dengan tangga. Sesekali aku melihat ke bawah, cukup tinggi juga. Ujung tangga yang kupakai memanjat berupa papan yang cukup lebar, jadi aku bisa duduk-duduk sebentar menikmati cherry yang baru kupetik. Namun lama-kelamaan aku merasa pusing karena terlalu sering melihat ke bawah. Tidak lama aku pun turun dengan hanya membawa beberapa butir cherry. Sisanya suami yang melanjutkan memetik cherry-cherry itu dengan lincah tanpa bantuan tangga.

Bagian bawah tangga
Melihat ke bawah dari atas tangga.

Rasa cherry yang asli tentu saja sangat berbeda dengan manisan cherry yang aku makan di Medan. Sangat jauh. Seperti nangka kalengan yang kubeli di supermarket Asia di sini. Bisa dibilang dominan rasa gula buatan. Rasa buah asli dengan rasa buah yang diawetkan memang sangat jauh berbeda. Andai saja cherry-cherry ini bisa kubawa. Huhu.

Saat musim cherry seperti ini, harganya cukup murah di pasar. Nanti semakin mendekati akhir musim, harganya akan semakin mahal. Di dekat rumahku ada beberapa pohon cherry hitam dan cherry jenis lain yang juga berbuah namun tidak ada yang memanennya. Anehnya, suamiku tidak menyadari ada pohon cherry berbuah lebat di dekat rumahnya. Saat kutanya kenapa tidak ada yang mengambil buahnya, suamiku menjawab mungkin tidak ada yang kepikiran untuk mengambilnya. Jawaban sederhana yang tidak memuaskan. Hehe.

Musim cherry di Landsberg hanya berlangsung sekitar tiga minggu. Buah cherry tidak tahan terkena hujan. Musim panas kali ini hujan turun cukup sering sehingga cherry-cherry di pohon cepat rusak. Tidak lama, cherry merah kuning yang berkilauan itu berubah menjadi coklat dan berjatuhan ke tanah. Selepas musim panas daunnya satu per satu akan menjadi coklat juga yang menjadi penanda musim gugur. Semoga tahun depan pohon cherrynya berbuah lebat lagi.