wood

04. Thursday

Di Obernach

Akhir pekan kemarin aku menemani suami ke kabin di Obernach, di kaki pegunungan Alpen. Sekitar satu setengah jam naik mobil dari kota yang kami tinggali. Awalnya aku malas ikut tetapi ia bilang hari itu langit cerah di sekitar Alpen dan aku bakal menyesal jika tidak ikut. Benar saja, tidak lama keluar dari perbatasan kota Landsberg aku mengucapkan terima kasih karena sudah diajak. Memang hari itu benar-benar cerah.

Sepanjang perjalanan aku disuguhi pemandangan yang memukau. Maa syaa Allah. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Ladang-ladang kosong yang luas putih tertutup salju seperti permadani putih bersih. Pohon-pohon dan rumah-rumah juga dilapisi salju. Sementara itu pegunungan Alpen tegar menjulang menghadap langit biru cerah.

Sedikit lagi sebelum sampai ke Obernach, kami melewati Garmisch, kota paling turisti di Bavaria yang berada di perbatasan Jerman-Austria. Namun karena pandemi dan lockdown, kota ini tidak seramai biasanya. Rumah-rumah khas Bavaria yang kami lewati tertutup salju tebal. Di jalanan, penduduk setempat lalu lalang yang sepertinya juga berpikiran bahwa sayang jika hanya menikmati hari yang cerah ini di rumah. Banyak yang membawa alat bermain ski. Di sini memang tempat yang terkenal untuk bermain ski.

Rumah khas Bavaria.

Di Garmisch banyak terdapat toko dengan tulisan Arab seperti ahlan wa sahlan atau beberapa kalimat bahasa Jerman lainnya yang diterjemahkan ke bahasa Arab. Aku lantas bertanya kepada suami tentang keherananku. Ternyata biasanya banyak turis dari Arab yang datang dan mereka termasuk turis dominan. Jika suhu di Arab sedang puncak panas-panasnya maka mereka berlibur ke Alpen dan menginap di desa ini. Turis dari Arab memilih ke sini karena niqab tidak dilarang di Jerman dan Swiss. Tidak seperti negara tetangga seperti Prancis atau Belgia. Jilbab dan niqab merupakan pemandangan biasa di sini. Pantas saja restoran halal mudah ditemui. Mesjid pun ada di Garmisch.

Tidak lama melewati Garmisch sampailah kami di Obernach. Pemandangan yang kulihat musim panas lalu sangat berbeda sekarang. Danau jernih di depan kabin yang dulu kulihat banyak ikan dan bebek sekarang menjadi hamparan salju. Tetapi langit di sini tidak secerah di Garmisch. Awan putih menutupi langit, membuat pemandangan berubah menjadi gradasi hitam putih.

Salju di depan kabin cukup tinggi, sekitar selututku. Aku langsung mondar-mandir bermain salju dan menuliskan beberapa nama untuk difoto dan dikirimkan ke beberapa kerabat dan teman di Indonesia. Sembari menunggu suami mengerjakan beberapa pekerjaannya, aku berkeliling di sekitar kabin.

Sungai Obernach yang tidak membeku mengalir perlahan dengan latar belakang hutan pinus dan pegunungan Alpen. Aku terpaku lama di pinggir sungai. Sesekali kulempar bola-bola salju ke air yang mengalir. Tidak akan bosan rasanya berada di situ seharian. Semakin agak jauh dari kabin salju semakin tebal karena tidak dibersihkan. Beberapa kali aku terjatuh saat berjalan karena belum terbiasa dengan salju yang sangat tebal.

Saat suamiku akhirnya datang mencariku, dia bertanya apa aku mau tinggal di sini. Soalnya nanti saat lockdown sudah berakhir dia mungkin lebih sering ke Obernach karena tuntutan penelitiannya. Kalau aku mau tinggal di sini akan memudahkan dia melakukan penelitian. Kabinnya sendiri memang saat ini kosong dan kulihat cukup nyaman untuk ditinggali. Hmm.. Kehidupan di kaki Alpen sepertinya memang menyenangkan. Apalagi ada mesjid juga dan banyak toko halal tidak jauh dari Obernach ini. Eh, tapi belum ada toko Asia. Akan kupikir-pikir lagi tawaran itu.

Kabin Obernach dengan latar belakang Alpen.