wood

03. Sunday

Menutup Sosial Media

Aku mendapat kabar gembira lagi dari salah seorang teman bahwa ia akhirnya menutup akun instagramnya. Ini bukan kali pertama aku mendapat kabar serupa. Dua pekan lalu aku pun mendapat pesan yang sama. Mereka menutup akun sosial media karena akhirnya mereka menyadari bahwa sosial media lebih membawa pengaruh buruk ke mereka ketimbang pengaruh positif. Mereka mendapatkan gangguan kecemasan yang meningkat dan waktu mereka kebanyakan terbuang percuma. Tidak hanya temanku, beberapa blogger yang kusukai juga menutup akun sosial media mereka. Mereka menyadari pada akhirnya bahwa racun sosial media lebih banyak ketimbang manfaatnya. Mereka kembali lebih aktif di blog karena di blog lebih “zen“. Sekarang mereka merasakan banyak manfaat setelah menutup akun sosial media.

Aku sendiri menutup akun facebook, instagram dan whatsappku sejak lama. Akun facebook aku hapus sejak tahun 2012, sedangkan instagram dan whatsapp benar-benar aku tutup tahun 2020. Sejak itu, media yang kugunakan untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman adalah email, Threema dan Signal. Berbeda dengan whatsapp, Threema dan Signal merupakan aplikasi pengirim pesan tetapi kita tidak bisa update status seperti di whatsapp. Jadi Threema dan Signal ini benar-benar untuk alat komunikasi saja, tidak bisa untuk eksistensi diri seperti sosial media. Jadinya menggunakan kedua media ini lebih tenang. Threema sendiri adalah aplikasi Swiss, yang untuk pertama kali menggunakannya kita dikenakan bayaran sebesar empat puluh ribu rupiah. Tetapi bayaran ini hanya dikenakan sekali. Aplikasi ini lebih aman secara data privasi ketimbang Signal. Aku selalu menyarankan Threema dulu kepada keluarga dan teman, baru kemudian Signal. Signal sendiri merupakan aplikasi gratis dan menurutku masih lebih aman ketimbang whatsapp. Saat kemarin orang pada panik karena whatsapp dan instagram down. Alhamdulillah aku tetap bisa berkomunikasi dengan keluarga karena menggunakan Threema.

Aku menutup whatsapp dan instagram awalnya juga terinspirasi dari suami. Dia tidak punya sosial media apapun dan waktunya banyak dihabiskannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Memang kusadari, waktu yang terbuang untuk mengscroll status-status orang di whatsapp dan postingan-postingan instagram sangatlah banyak. Awalnya membuka sosial media tadi niatnya untuk melihat postingan dakwah, namun postingan lain membuat diri teralihkan dan akhirnya tidak sadar banyak waktu berlalu. Bayangkan waktu yang banyak tadi sekarang bisa aku gunakan untuk membaca buku, menulis, menghafal, belajar bahasa dan banyak hal lainnya. Suami berkata padaku bahwa ketimbang menulis status di sosial media, lebih baik menulis di blog atau jurnal pribadi. Selain mengasah kemampuan menulis, membuat tulisan di blog memaksa kita untuk banyak membaca dan riset lebih mendalam. Dan suatu saat jika aku berminat, mungkin saja tulisanku bisa aku bukukan untuk kenang-kenangan atau dibaca generasi selanjutnya.

Selain merasa lebih produktif, setelah menutup akun sosial media, aku juga merasa pikiranku lebih tenang dan fokus. Jika ada teman yang curhat bahwa ia suka galau dan cemas, biasanya aku suka menyarankan untuk menghapus akun sosial media juga. Hihi. Dengan mental yang lebih sehat maka in syaa Allah kesehatan fisik juga terjaga. Untuk orang-orang yang punya bisnis atau punya kepentingan membangun citra diri di sosial media, tentunya kebalikan dari aku mungkin ya. Mereka justru merasakan banyak manfaat justru dari sosial media.

Tidak semua akun sosial media aku hapus. Ada satu sosial media yang sudah hampir sepuluh tahun aku gunakan dan aku tidak menghapusnya, yaitu Pinterest. Sampai saat ini aku rasa cuma akun ini yang masih sama, penuh inspirasi, tanpa racun dan hujatan didalamnya. Aku juga masih mengunggah foto-foto di sana. Semoga Pinterest akan terus begini. Jadi, jika kamu merasakan gangguan kecemasan yang meningkat dan menginginkan hidup lebih tenang dan mental yang sehat aku sarankan: tutuplah akun sosial mediamu yang beracun dan perbanyaklah baca buku!